DPU DT BOGOR-Pada
zaman Nabi, ada seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni. Ia tinggal di
negeri Yaman. Uwais adalah seorang yang hidupnya sangat miskin dan
yatim. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua, lumpuh, dan buta. Kecuali
ibunya, Uwais tak lagi mempunyai kerabat.
Uwais Al Qarni mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba tetangganya pada siang hari. Upah yang diterima hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari. Jika ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya.
Uwais Al Qarni adalah seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Ia seringkali melakukan puasa. Namun, alangkah sedihnya hati Uwais Al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah.
Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al Qarni untuk menemui Nabi semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw. Kerinduan karena iman.
Tapi, bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta, buta, dan lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya. Mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin. Ia pun memperoleh izin untuk menemui Rasulullah di Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al Qarni sampai di Kota Madinah. Tak menunggu lama, ia pun segera mencari rumah Nabi. Hanya sayang, walaupun rumah Nabi ia temukan, tapi Rasulullah tak ada di rumah. Nabi Muhammad sedang berada di medan pertempuran.
Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi tak dapat dijumpainya. Dalam hatinya, bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan agar ia cepat pulang ke Yaman.
Akhirnya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Setelah berpamitan, Uwais Al Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga tidak bisa meninggalkannya terlalu lama.
Mendengar itu, Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, "Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Karena dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi."
Subhanallah! Demikian sekelumit cerita tentang ketaatan seorang anak kepada ibunya. Ketaatan yang mengalahkan ego atau keinginannya yang teramat besar untuk bertemu Nabi. Sehingga Rasulullah pun menyebutnya sebagai penghuni langit! Mampukah kita menafakuri dan mencontohnya?
(sumber: dmrulirubrik.blogspot.com)
Uwais Al Qarni mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba tetangganya pada siang hari. Upah yang diterima hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari. Jika ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya.
Uwais Al Qarni adalah seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Ia seringkali melakukan puasa. Namun, alangkah sedihnya hati Uwais Al Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah.
Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais Al Qarni untuk menemui Nabi semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw. Kerinduan karena iman.
Tapi, bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta, buta, dan lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya. Mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin. Ia pun memperoleh izin untuk menemui Rasulullah di Madinah.
Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al Qarni sampai di Kota Madinah. Tak menunggu lama, ia pun segera mencari rumah Nabi. Hanya sayang, walaupun rumah Nabi ia temukan, tapi Rasulullah tak ada di rumah. Nabi Muhammad sedang berada di medan pertempuran.
Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi tak dapat dijumpainya. Dalam hatinya, bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan agar ia cepat pulang ke Yaman.
Akhirnya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Setelah berpamitan, Uwais Al Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga tidak bisa meninggalkannya terlalu lama.
Mendengar itu, Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, "Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Karena dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi."
Subhanallah! Demikian sekelumit cerita tentang ketaatan seorang anak kepada ibunya. Ketaatan yang mengalahkan ego atau keinginannya yang teramat besar untuk bertemu Nabi. Sehingga Rasulullah pun menyebutnya sebagai penghuni langit! Mampukah kita menafakuri dan mencontohnya?
(sumber: dmrulirubrik.blogspot.com)