Keberuntungan memiliki hati yang bersih,
sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan
hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita.
Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri
orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad
untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara
program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan
bening hati adalah :
1.
Ilmu
Carilah terus ilmu tentang
hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan
tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan
adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji
tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu
hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara
berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan
ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati
yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan
ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh
karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.
2.
Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “alah
bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah
satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam
membersihkan hati ini, ternyata akan
mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan
riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk
menggapai bening hati ini adalah
Menilai kekurangan atau
keburukan diri.
Patut diketahui
bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa
yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak
tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah
dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan
cara
Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba’da
shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini
riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini
pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini
sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri
kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa
kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah
awal kita untuk memperbaiki diri kita ini
Memiliki partner.
Kawan sejati yang memiliki
komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling
mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu
yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara
yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus
pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain
yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik,
jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri
ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara
wajar.
Mamfaatkan orang yang tidak
menyukai kita.
Mengapa? Tiada lain karena
orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding
orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal
kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang
berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan keberadannya.
Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan,
menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan
bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan.
Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian
adalah ketika kita berbuat kejelekkan
kepada orang lan.
Tafakuri kejadian yang ada
di sekitar kita.
Kejadian di negara, tingkah
polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan negara, atau tokoh apapun dan
siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri
dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk
kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada
di sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu merupakan
bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat,
kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera perasaan, mencabik
qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah
pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain, tapi
tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah
sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang
menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti
yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita
mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita? ***