Setelah dua puluh lima
hari berada di Tanah Suci, Alhamdulillah Aa bisa kembali ke Tanah Air
dengan selamat. Oleh-oleh haji kali ini adalah hikmah dari perjalanan hidup
Nabi Ibrahim, yaitu kemampuan diri menikmati pengorbanan dan menikmati
keikhlasan. Dua kata ini, pengorbanan dan keikhlasan, tampaknya tidak bisa
dilepaskan dari Nabi yang berpredikat Khalilullah (Kekasih Allah) ini. Karena
pengorbanannya yang besar dan keikhlasannya yang sempurna, Nabi Ibrahim
dimuliakan Allah dan semua orang beriman.
Saudaraku, setidaknya ada
tiga jenis manusia dilihat dari perilakunya. Ada yang berbuat karena ingin
mendapatkan, inilah jenis pekerja. Ada yang berbuat karena ingin mendzalimi,
inilah jenis penjahat. Dan yang ketiga berbuat karena semangat berkorban,
inilah jenis pahlawan. Di antara tiga jenis manusia tadi, jenis terakhirlah
yang akan mengangkat seseorang ke tempat terhormat.
Pengorbanan hanya akan
berarti di sisi Allah bila dilakukan dengan ikhlas. Kunci ikhlas adalah fokus.
Artinya, amal yang kita lakukan hanya untuk Allah, tidak ada ruang pengharapan
bagi selain Allah. Karena itu, orang ikhlas dipuji atau dicaci, dilihat atau
tidak dilihat orang, amalnya tetap istikamah. Sebab, ia beramal bukan karena
manusia. Ia beramal karena Allah.
Bagaimana kita menikmati
pengorbanan untuk orang lain dengan hati ikhlas? Nilai seorang manusia tidak
dilihat dari apa yang ia dapatkan, namun dari apa yang ia berikan. Asal tahu
saja, semua yang Allah ciptakan memiliki manfaat. Cacing menggemburkan tanah,
sapi memberikan susu dan daging, sayuran menjadi makanan bergizi, bahkan sampah
dan kotoran yang jijik sekali pun bisa dimanfaatkan menajdi pupuk. Mana mungkin
manusia yang Allah muliakan tidak bermanfaat? Saat kita tidak bermanfaat bagi
yang lain, bahkan memberi mudharat, boleh jadi derajat kita (maaf) lebih rendah
dari sampah!
Sahabatku, sangat ideal
bila setiap selesai shalat kita bertanya pada diri, pengorbanan yang telah saya
lakukan sampai waktu ini? Apakah orang lain merasakan manfaat dari kehadiran
saya? Semakin sering kita bertanya pada diri, insya Allah kita akan semakin
mudah berbuat kebaikan. Lama kelamaan berbuat baik pun menjadi sebuah
kebiasaan.
Kita bisa mulai menikmati
pengorbanan dari yang hal kecil-kecil. Misal, merapikan sandal di masjid,
memungut sampah, menyeberangkan orangtua di jalan, membonceng teman dan
sebagainya. Setelah itu kita bisa menaikkan pengorbanan diri, misal dengan
membantu sesama, membayar pengobatan saudara kita yang sakit, membiayai sekolah
anak saudara dan tetangga kita, atau pun membuka lapangan kerja.
Memasuki dunia pengorbanan
dengan hati ikhlas, bagaikan memasuki dunia lain: dunia penuh makna, dunia
kenikmatan, dan dunia tanpa belenggu. Anehnya, saat kita berkorban orang-orang
pun akan hormat kepada kita, tanpa kita minta sebelumnya. Mungkin inilah makna
dari sabda Rasulullah SAW, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya. Wallaahu a’lam.